Contoh kasus :
Budi merupakan pria yang telah
menikah dan memiliki 1 orang anak dari pernikahannya dengan seorang wanita yang
bernama Intan. Pada suatu hari, ada seorang laki-laki bernama Zaenudin datang
menemui Budi, dan mengaku sebagai anak Budi. Mengingat bahwa masa muda Budi yang
terbilang cukup kelam, yaitu terlibat pada dunia seks bebas dan penyalahgunaan
obat-obat terlarang, maka Budi mengakui Zeanudin sebagai anaknya yang
dilahirkan Susi, mantan pacar Budi sebelum Budi menikah. Beberapa bulan
kemudian Budi meninggal dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan seorang istri dan
seorang anak kandung serta Zaenudin sebagai anak luar nikah diakui.
Penyelesaiannya:
Menurut Pasal 272 KUH Perdata
anak luar kawin adalah:
“Anak luar kawin yang dapat
diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi tidak dibenihkan
oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan ibu anak
tersebut, dan tidak termasuk dalam kelompok anak zina atau anak sumbang”.
Apabila kita menyimpulkan maksud
yang terkandung dalam isi pasal tersebut, bahwa Pasal 272 KUH Perdata
menegaskan syarat seseorang dinyatakan sebagai anak luar nikah yaitu anak-anak
yang lahir di luar dari ikatan perkawinan.
Dalam artian anak luar nikah adalah anak-anak yang lahir akibat zina.
Anak luar nikah dapat mewaris
sepanjang anak tersebut memiliki hubungan hukum dengan pewaris. Hubungan hukum yang dimaksud dalam hal ini
adalah pengakuan dari si pewaris, sehingga dengan demikian anak luar nikah
tersebut akan disebut dengan anak luar nikah diakui. Sebab anak luar nikah yang mendapat warisan hanya anak luar
nikah yang diakui oleh ayahnya.
Melihat contoh kasus di atas, bahwa
Zaenudin menjadi ahli waris yang sah atas warisan dari Budi. Sebab posisi Zaenudin
yang awalnya adalah anak luar nikah, setelah mendapatkan pengakuan dari Budi,
maka secara sah Zaenudin memiliki hubungan hukum dengan Budi.
Dalam pembagian warisan, anak luar
nikah yang diakui mewaris dengan semua golongan ahli waris. Besar bagian yang
diterima tergantung dengan golongan mana anak luar nikah tersebut mewaris, atau
tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan dari para ahli waris yang sah. Kedudukan
Zaenudin dalam pewarisan berada pada
golongan pertama, yaitu Zaenudin sebagai anak luar kawin diakui dari Budi sebagai
pewaris.
Menurut Pasal 863 KUH Perdata:
“Bila pewaris meninggal dengan
meninggalkan keturunan yang sah dan atau suami istri, maka anak luar kawin yang
diakui mewarisi 1/3 bagian, dari mereka yang sedianya harus mendapat,
seandainya mereka adalah anak sah”
Jika dirumuskan dari kasus di atas,
apabila Budi meninggalkan harta sebesar Rp. 240.000.000,-. Budi memiliki 3 orang
ahli waris, yaitu istri, anak kandung dan Zaenudin sebagai anak luar kawin
diakui. Seandainya Zaenudin adalah anak
kandung, maka Zaenudin akan mewarisi 1/3 dari harta peninggalan Budi, yaitu:
1/3 x 240.000.000 = Rp.
80.000.000
Sebab ketiga orang ahli waris
Budi mendapatkan bagian yang sama, yaitu
harta keseluruhan dibagi oleh ketiga orang ahli waris. Maka masing-masing
mendapatkan bagian 80.000.000.
Namun karena kedudukan Zaenudin adalah anak luar nikah diakui, maka Zaenudin hanya mendapatkan bagian 1/3 dari bagian yang
seharusnya dia dapatkan apabila dia berstatus anak kandung, yaitu:
1/3 x 80000000 = 26666666,67
Jadi, bagian yang didapat oleh Zaenudin
adalah sebesar Rp. 26.666.666,67. Sementara itu bagian yang didapatkan oleh
istri dan anak sah dari Budi yaitu sisa dari keseluruhan harta setelah
dikurangi bagian dari warisan yang didapatkan oleh Zaenudin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar